Oleh: Eko Rojana,S.Pd.I,M.A
Negara Agama
Negara agama ialah Negara yang menjadikan salah satu agama sebagai hukum dasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Misalnya di beberapa Negara Islam, seperti Saudi Arbia, Kuwait, Syiria, Yordania, Emirat Arab, Maroko, Brunei Darussalam, Replubik Islam Iran, Replubik Isalam Pakistan, dan sejumlah Negara telik lainnya.
Meskipun sama-sama mengklaim diri sebagai Negara Isalam tetapi konsep makro dan mikro negara-negara tersebut tidak identic satu sama lain. Ada yang menganut pola pemerintahan kerajaan daa ada pemerintahan replubik demokratis. Bagi mereka, disebut apa saja system pemerintahan itu, bila Alquran dan Hadis menjadi konstitusi tertinggi dalam Negara, maka tetap dikatakan sebagai Negara Islam.
Agama Negara
Ada Negara yang tidak secara eksplisit mengklaim diri sebagai negara tertentu, tetapi mengklaim agama tertentu sebagai agama resmi negara. Bedanya dengan negara Islam, negara ini tetap tidak ingin diklaim sebagai negara agama. Fungsi agama yang disebut sebagai agama resmi negara ini lebih kepada kepentingan seremonial, karena hukum dan perundang-undangan yang berlaku di negara ini tidak sepenuhnya seperti tercantum di dalam kitab suci tesebut.
Proses pembentukan hukum dan perundang-undangannya lebih banyak ditentukan melalui proses demokratis yang mengakomodir berbagai varian yang ada di dalam masyarakat. Namun demikian segala produk hukum diupayakan tidak bertentangan prinsip dasar ajaran agama resmi tersebut.
Contoh negara seperti Malaysia, sebagaimana dituangkan dalam contoh kontistusi Malaysia dalam pasal 3 ayat 1: “Agama Islam adalah agama resmi bagi persekutuan; tetapi agama-agama lain boleh diamalkan dengan aman dan damai di mana-mana bagian persekutuan.” Kehadiran Islam sebagai agama resmi Malaysia tidak menafikan agama-agama lain sebagaimana disebutkan dalam pasal 11 ayat 1: “Setiap orang mempunyai hak untuk menyatakan dan mengamalkan agamanya, tertakluk pada (4) untuk menyebarkannya.
Negara Sekuler
Agak sulit mendifisikan sebuah negara sekuler, jika yang dimaksud adalah negara yang memberikan pemisahan pemgaturan agama dan negara. Sulit menemukan sebuah negara di kolom langit ini yang terbatas sama sekali dari praktek keagamaan dalam penyelenggaraan kenegaraan. Sekuler apa pun sebuah negara tetap saja praktek keagamaan selalu muncul dalam penyelenggaraan kenegaraan. Minimal pengambilan sumpah penjabat dilakukan sumpah menurut ajaran agama yang dianut penjabat yang bersangkutan. Hampir semua lagu kebagsaan dinegara-negara Eropa dan Amerika menyebut nama Tuhan. Amerika Serikat sendiri masih terus mewajibkan lagu-lagu pujian terhadap Tuhan pada murid-murid sekolah.
Namun jika yang dimaksud negara sekuler adalah negara yang menghidari kerancuan antara negara dan agama lalu urusan pemerintahandiberikan kepada para pemerintah khususnya kepada pihak sksekutif, sementara agama diserahkan pengaturannya kepada pemimpin agama, maka negara-negara seperti ini dapat ditemukan di mana-mana. Bukan saja di negara-negara mayoritas penduduknya non-muslim, seperti di Eropa dan Amerika, tetapi juga di negara-negara muslim. Seperti turki yang semenjak dipimpin oleh persiden pertamanya, Mustafa Kemal Attaturk (1881-1930) sampai ahkir kepemimpinannya.
Bagaimana dengan Indonesia
Indonesia bukan negara agama, bukan pula negara yang mengakui adanya salah satu agama resmi, dan tentu saja bukan negara sekuler. Indonesia adalah negara Pancasila di mana semua agama dan masing-masing pemeluknya diperlukan sama sebagai warga negara Indonesia. Tidak ada agama eksklusif yang harus lebih dominan di antara agam-agama lainnya, sekalipun di antaranya ada agama mayoritas mutlak yang dianut oleh warganya.
Pemisahan urusan negara dan urusan agama tidak otomatis menjadikan negara itu negara sekuler. Sebaliknya keterlibatan negara dalam mengurus agama tidak otomatis pula menjadikan negara itu sebagai negara agama. Negara Replubik Indonesia menempatkan subtansi dan nila-nilai agam di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sebagimana tercantum di dalam Pancasila dan di dalam alenia-alenia Pembukaan UUD 1945.
Baik umat Islam sebagai penganut mayoritas di negri ini maupun penganut agam-agama minoritas lainnya tidak merasa ada hambatan berarti dalam mengamalkan ajaran agamanya. Mereka sama-sama merasa memiliki bangsa ini di bawah panji NKRI.
Jaminan kebebasan beragama bagi semua pemeluk agama diatur di dalam UUD Negara RI tahun 1945, khususnya Pasal 28E, Pasal 281, Pasal 28J, dan Pasal 29. Diperkuat dengan sejumlah produk perundang-undangan lainnya. Namun di dalam mengamalkan agama ada rambu-rambu yang harus ditaati agar tidak terjadi persaingan satu sama lain yang bisa menyebabkan rusaknya persatuan dan kesatuan bangsa.
Agama adalah bagian dari hak asasi manusia, namun pengamalannya di setiap negara dibatasi oelh konstitusi dan perundang-undangan demi tercapainya tujuan negara. Lahirnya UU No. 1/PnPs/1965 dimaksudkan untuk mengatur pencegahan penyalahgunaan dan/atau berbagai penetapan Presiden dan peraturan Presiden sebgai Undang-Undang, dimaksudkan untuk melindungi penodaan dan penyimpangan terhadap pokok-pokok ajaran suatu agama.
Jadi tidak boleh ada orang atas HAM yang secara sengaja dan terbuka menyatakan penodaan dan penistaan suatu ajaran agama tertentu. UU ini tidak mengatur akidah atau keyakinan warga tetapi menyelsaikan persoalan yang dapat muncul sebagai akibat pendoman dan penistaan ajaran suatu agama. Hala yang harus ditumbuhkan sebagai warga negara dan sebagai umat beragama di dalam wilyah NKRI ialah kedewasaan dan kematangan beragama, berbangsa, dan bernegara. Semua pihak harus menghidari cara-cara anarkis dalam menyelesaikan setiap persoalan. Dan di sisi lain semua pihak juga harus taat terhadap hukum dan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, tidak terkecuali Jamaat Ahmadiyah Indonesia (JAI).
Comments
Post a Comment