Alquran
bukanlah merupakan suatu kumpulan dari berbagai macam karya sastra, puisi,
prosa, sajak maupun yang lainnya. Namnun dalam berbagai literatur kesusteraan
Arab, nilai seni dan kulaitas kesusteraan tiada satupun yang dapat menandingi
susunan bahasa alquran digubah menurut keindahan bahasa Ilahiyah yang
mengagumkan setiap orang yang membaca dan mendengarkannya
Di dalam
alquran banyak menggunakan beragam kalimat, antara lain kalimat deklaratif (kalam khabar), kalimat introgatif (kalam istifham), dan kalimat imperatif (kalam amr). Kalimat deklaratif adalah
kalimat yang dipakai jika penutur ingin menyatakan sesuatu dengan lengkap pada
waktu ia ingin menyampaikan informasi kepada lawan tuturnya. Kalimat introgratif adalah kalimat pertanyaan
yang dipakai jika penutur ingin memperoleh imformasi atau reaksi jawaban
yang di harapkan
Dari ragam kalimat di atas, maka
penulis ingin menganalisis surat An-Nisa ayat 3 dengan menggunakan pisau
analisis pragmatik yang pada hakikatnya pragmatik dapat disejajarkan dengan semantik (ilmu al-Dala>lah) atau
sintaksis (ilmu al-Tarkibiy atau Nahw). Pragmatik merupakan keterampilan atau
kemampuan penggunaan bahasa sesuai faktor-faktor penentu tindak komunikasi, pengguna
bahasa dituntut memiliki. kopetensi komunikatif, kopetensi komunikatif adalah
kemampuan menggunakan bahasa yang berfungsi dalam situasi komunikasi yang
sebenarnya, yakni dalam suasana transaksi spontan yang melibatkan satu orang
atau lebih
Suarat an-Nisa (4):3
وَاِنۡ خِفۡتُمۡ اَلَّا تُقۡسِطُوۡا فِى الۡيَتٰمٰى
فَانْكِحُوۡا مَا طَابَ لَـكُمۡ مِّنَ النِّسَآءِ مَثۡنٰى وَثُلٰثَ وَرُبٰعَ ۚ
فَاِنۡ خِفۡتُمۡ اَلَّا تَعۡدِلُوۡا فَوَاحِدَةً اَوۡ مَا مَلَـكَتۡ اَيۡمَانُكُمۡ
ؕ ذٰ لِكَ اَدۡنٰٓى اَلَّا تَعُوۡلُوۡا.
Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap
(hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan
(lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak
akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau hamba sahaya
perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak
berbuat aniaya.
Kalimat imperatif atau perintah tersebut adalah kalimat فَانْكِحُوۡا
مَا طَابَ لَـكُمۡ مِّنَ النِّسَآءِ مَثۡنٰى وَثُلٰثَ وَرُبٰعَ
(maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, dan empat),
bentuk piranti perintahnya adalah kata kerja perintah (fi’il amr) dari kata نكح-ينكح-أنكح
wazan-nya فعل-يفعل-أفعل.
Dalam redaksi ayat ini penuturnya adalah Allah SWT dan lawan
tuturnya adalah orang mukmin secara umum dan orang-orang yang menanggung
anak-anak yatim dan bermaksud untuk menikahinya. Secara Zahir dalam ayat
tersebut terdapat satu kalimat perintah yaitu أنكحوا
namun apabila diperhatikan secara seksama dalam kata فواحدة
tersimpan satu kalimat perintah lagi yang sama dengan kalimat perintah pertama.
Dalam konteks ayat tersebut penutur (Allah) menggunakan
kalimat imperatif فانكحوا dari bentuk fi’il
amr yang berfungsi sebagai petunjuk (الإرشاد).
Maksud dari kata فانكحوا ayat ini adalah
nikahilah apa yang kamu senangi bukan siapa kamu senagi, bukan dimaksudkan
untuk mengisyaratkan bahwa wanita kurang berakal dengan alas an pertanyaan yang
dimulai dengan kata apa adalah bagi sesuatu yang tidak berakal dan siapa
untuk yang berakal. Sekali lagi bukan itu tujuannya, tetapi agaknya ia
disebabkan karena itu bermaksud menekankan tentang sifat wanita itu, bukan
orang tertentu, nama atau keturunannya. Bukankah jika anda berkata: “siapa
yang dia nikah?” maka anda menanti jawaban tentang wanita tertentu, namanya dan
anak siapa dia? Sedang bila anda bertannya dengan menggunakan apa maka
jawaban yang anda nantikan adalah sifat dari yang ditanyakan itu, misalnya
janda, atau gadis, cantik atau tidak dan sebaginya
Ayat tersebut apabila dianalisis dengan teori pragmatik,
tindak lokusinya adalah makna dasar dari kedua kalimat perintah tersebut yaitu
perintah untuk menikahi wanita-wanita sampai batas maksimal empat wanita dan
juga perintah untuk menikahi satu wanita saja.
Tindak ilokusinya adalah dari kalimat pertama (أنكحوا)
berfungsi sebagai pentunjuk (الإرشاد)
dari penutur (Allah) kepada lawan tutur sebagai solusi, ketika sangat sulit
untuk berlaku adil terhadap wanita-wanita yatim yang akan dinikahi, maka lebih
baik untuk menikahi wanita-wanita lain saja dan diperbolehkan sampai batas
maksimal empat orang. Solusinya tersebut diberikan penutur kepada lawan tutur
karena sangat berat untuk berlaku adil kepada wanita-wanita yatim yang menjadi
tanggungannya setelah dinikahi, terutama yang berkenan dengan harta
wanita-wanita yatim tersebut.
Tindak perlokusinya adalah lawan tuturnya akan sangat
berhati-hati dalam mengambil sebuah pilihan dengan terlebih dahulu
mempertimbangkan secara matang. Sebelum menikahi dengan wanita-wanita yatim
yang menjadi tanggungannya terlebih dahulu ia harus berfikir apakah bias
berbuat adil, terutama yang berkaitan dengan harta wanita-wanita perempuan
tersebut.
Wallahu a'lam bishawab
Comments
Post a Comment