Skip to main content
Nama                      : Eko Rojana. S.pd.I.,M.A Tempat/Tgl Lahir  : Mendahara Tengah 15-03-1991 Jenis Kelamin       : Laki-Laki Alamat                   : Jl.Palembang RT/RW                    : 006 Kel/Desa                : Mendahara Tengah Kecamatan            :Mendahara Agama                   :Islam Status                     :Bakal Kawin Ayah : M.Arsyad Ibu    :Desmawati Jenjang Pendidikan: 1. SD Mendahara Tengah: 1997-2003 2. MTs Subulussalam: 2003-2006 3. MAK Albaqiatusshalihat: 2006-2009 4. S1 IAIN Bengkulu: 2009-2014 5. S2 UIN SUKA Yogyakarta: 2016-2018 Pekerjaan 1. Dosen B.Arab STIT SB Pari...

Jihad Ilmiah Part 7 - Kalimat Imperatif Surat An-Nisa Ayat 3 Analisis Pragmatik


Alquran bukanlah merupakan suatu kumpulan dari berbagai macam karya sastra, puisi, prosa, sajak maupun yang lainnya. Namnun dalam berbagai literatur kesusteraan Arab, nilai seni dan kulaitas kesusteraan tiada satupun yang dapat menandingi susunan bahasa alquran digubah menurut keindahan bahasa Ilahiyah yang mengagumkan setiap orang yang membaca dan mendengarkannya (Muh. Chadziq Charisma, 1991).

Di dalam alquran banyak menggunakan beragam kalimat, antara lain kalimat deklaratif (kalam khabar), kalimat introgatif (kalam istifham), dan kalimat imperatif (kalam amr). Kalimat deklaratif adalah kalimat yang dipakai jika penutur ingin menyatakan sesuatu dengan lengkap pada waktu ia ingin menyampaikan informasi kepada lawan tuturnya. Kalimat introgratif adalah kalimat pertanyaan yang dipakai jika penutur ingin memperoleh imformasi atau reaksi jawaban yang di harapkan (Mardjoko Idris, 2016). Kalimat imperatif adalah kalimat atau verba yang mengungkapkan makna perintah atau keharusan atau larangan melaksakan perbuatan.

Dari ragam kalimat di atas, maka penulis ingin menganalisis surat An-Nisa ayat 3 dengan menggunakan pisau analisis pragmatik yang pada hakikatnya pragmatik dapat disejajarkan dengan semantik (ilmu al-Dala>lah) atau sintaksis (ilmu al-Tarkibiy atau Nahw). Pragmatik merupakan keterampilan atau kemampuan penggunaan bahasa sesuai faktor-faktor penentu tindak komunikasi, pengguna bahasa dituntut memiliki. kopetensi komunikatif, kopetensi komunikatif adalah kemampuan menggunakan bahasa yang berfungsi dalam situasi komunikasi yang sebenarnya, yakni dalam suasana transaksi spontan yang melibatkan satu orang atau lebih (Habib, 2007).

Suarat an-Nisa (4):3

وَاِنۡ خِفۡتُمۡ اَلَّا تُقۡسِطُوۡا فِى الۡيَتٰمٰى فَانْكِحُوۡا مَا طَابَ لَـكُمۡ مِّنَ النِّسَآءِ مَثۡنٰى وَثُلٰثَ وَرُبٰعَ‌ ‌ۚ فَاِنۡ خِفۡتُمۡ اَلَّا تَعۡدِلُوۡا فَوَاحِدَةً اَوۡ مَا مَلَـكَتۡ اَيۡمَانُكُمۡ‌ ؕ ذٰ لِكَ اَدۡنٰٓى اَلَّا تَعُوۡلُوۡا.

Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat aniaya.

Kalimat imperatif atau perintah tersebut adalah kalimat فَانْكِحُوۡا مَا طَابَ لَـكُمۡ مِّنَ النِّسَآءِ مَثۡنٰى وَثُلٰثَ وَرُبٰعَ‌ (maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, dan empat), bentuk piranti perintahnya adalah kata kerja perintah (fi’il amr) dari kata نكح-ينكح-أنكح wazan-nya فعل-يفعل-أفعل.

Dalam redaksi ayat ini penuturnya adalah Allah SWT dan lawan tuturnya adalah orang mukmin secara umum dan orang-orang yang menanggung anak-anak yatim dan bermaksud untuk menikahinya. Secara Zahir dalam ayat tersebut terdapat satu kalimat perintah yaitu أنكحوا namun apabila diperhatikan secara seksama dalam kata فواحدة tersimpan satu kalimat perintah lagi yang sama dengan kalimat perintah pertama.

Dalam konteks ayat tersebut penutur (Allah) menggunakan kalimat imperatif فانكحوا dari bentuk fi’il amr yang berfungsi sebagai petunjuk (الإرشاد). Maksud dari kata فانكحوا ayat ini adalah nikahilah apa yang kamu senangi bukan siapa kamu senagi, bukan dimaksudkan untuk mengisyaratkan bahwa wanita kurang berakal dengan alas an pertanyaan yang dimulai dengan kata apa adalah bagi sesuatu yang tidak berakal dan siapa untuk yang berakal. Sekali lagi bukan itu tujuannya, tetapi agaknya ia disebabkan karena itu bermaksud menekankan tentang sifat wanita itu, bukan orang tertentu, nama atau keturunannya. Bukankah jika anda berkata: “siapa yang dia nikah?” maka anda menanti jawaban tentang wanita tertentu, namanya dan anak siapa dia? Sedang bila anda bertannya dengan menggunakan apa maka jawaban yang anda nantikan adalah sifat dari yang ditanyakan itu, misalnya janda, atau gadis, cantik atau tidak dan sebaginya (M. Quraish Shihab, 2007).

Ayat tersebut apabila dianalisis dengan teori pragmatik, tindak lokusinya adalah makna dasar dari kedua kalimat perintah tersebut yaitu perintah untuk menikahi wanita-wanita sampai batas maksimal empat wanita dan juga perintah untuk menikahi satu wanita saja.

Tindak ilokusinya adalah dari kalimat pertama (أنكحوا) berfungsi sebagai pentunjuk (الإرشاد) dari penutur (Allah) kepada lawan tutur sebagai solusi, ketika sangat sulit untuk berlaku adil terhadap wanita-wanita yatim yang akan dinikahi, maka lebih baik untuk menikahi wanita-wanita lain saja dan diperbolehkan sampai batas maksimal empat orang. Solusinya tersebut diberikan penutur kepada lawan tutur karena sangat berat untuk berlaku adil kepada wanita-wanita yatim yang menjadi tanggungannya setelah dinikahi, terutama yang berkenan dengan harta wanita-wanita yatim tersebut.

Tindak perlokusinya adalah lawan tuturnya akan sangat berhati-hati dalam mengambil sebuah pilihan dengan terlebih dahulu mempertimbangkan secara matang. Sebelum menikahi dengan wanita-wanita yatim yang menjadi tanggungannya terlebih dahulu ia harus berfikir apakah bias berbuat adil, terutama yang berkaitan dengan harta wanita-wanita perempuan tersebut.

Wallahu a'lam bishawab

Comments

Popular posts from this blog

Dampak Penggunaan Artificial Intelligence (AI) Terhadap Mahasiswa